Faktakendari.id, KENDARI – Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kalimantan Barat kembali memanas dengan munculnya jaringan baru bernama “Tante” yang dikomandoi cukong berinisial Y.
Berbekal modal besar dan diduga dukungan oknum aparat, “Tante” menyalip dua raja PETI lama, AS dan SB.
Operator lapangan utamanya, MRN, kini menguasai titik-titik penambangan di Bengkayang, Singkawang, Landak, hingga ekspansi ke kebun sawit PT WHS di Sambas.
Kegiatan MRN sering menimbulkan konflik dengan penambang lokal. Ia kerap mengaku sebagai “perwakilan” pejabat keamanan, sehingga menimbulkan intimidasi.
Dukungan logistik dan modal dari “Tante” membuat MRN mudah mengambil alih tambang yang sebelumnya dikuasai AS dan SB.
Dinamika Persaingan AS dan SB
AS dan SB selama ini menguasai sebagian besar kawasan PETI di Kalbar.
Namun, konflik internal dan tekanan penegakan hukum membuat operasi mereka sempat tersendat. Jaringan “Tante” memanfaatkan celah ini untuk merangsek masuk dan menambah wilayah jelajah tambang.
Intimidasi Sosial: MRN mengklaim dukungan aparat keamanan, sehingga menekan penambang independen.
Baca Juga: Transparansi Polresta Pontianak Dipertanyakan dalam Penanganan Kasus 47 Keping Emas Ilegal
Ekspansi Cepat: Dari Bengkayang menyebar ke Singkawang, Landak, hingga Sambas.
Kerusakan Ekosistem: Aktivitas PETI tanpa izin merusak hutan, sungai, dan lahan perkebunan, memicu konflik sosial dengan masyarakat setempat.
Operasi PETI semacam ini bukan hanya merugikan negara (hilangnya potensi pajak dan royalti), tetapi juga menghancurkan lingkungan dan menimbulkan gesekan sosial.
Keterlibatan oknum keamanan dalam jaringan ilegal ini harus diusut tuntas agar kepercayaan publik pulih dan kerusakan alam bisa dikendalikan.
Munculnya “Tante” dan MRN sebagai aktor baru menegaskan sifat dinamis jaringan PETI di Kalbar.
Penegakan hukum yang tegas dan transparan, serta rehabilitasi lahan bekas tambang, menjadi kunci memutus rantai mafia tambang emas ilegal.[dit]