FAKTA GRUP – Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menetapkan seorang tersangka baru berinisial BPE terkait kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan PT Indofarma Tbk dan anak perusahaannya, PT Indofarma Global Medika (IGM) periode 2020-2023.
Dalam keterangan resmi yang disampaikan oleh Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Syarief Sulaiman Nahdi, penetapan BPE sebagai tersangka diatur dalam Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-85/M.1.1/Fd.2/10/2024 tertanggal 30 Oktober 2024. BPE menjabat sebagai Manajer Keuangan dan Akuntansi PT Indofarma pada 2020 serta Manajer Akuntansi dan Keuangan di PT IGM pada 2022-2023. Ia diduga terlibat dalam tindakan melawan hukum bersama sejumlah petinggi perusahaan lainnya.
Syarief menjelaskan bahwa beberapa pihak lain yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini adalah AP, mantan Direktur Utama PT Indofarma periode 2019-2023, GSR, mantan Direktur PT IGM tahun 2020-2023, serta CSY, mantan Head of Finance PT IGM periode 2019-2021 yang telah lebih dulu ditahan.
Para tersangka diduga mengeluarkan dana PT IGM tanpa “underlying” yang jelas dan menempatkan dana tersebut dalam bentuk deposito atas nama pribadi. Mereka juga diduga memanipulasi laporan keuangan perusahaan untuk memberikan kesan positif terhadap kinerja keuangan PT Indofarma dan PT IGM.
Tindakan korupsi ini diperkirakan telah menimbulkan kerugian negara yang mencapai Rp371 miliar. Kerugian ini sedang diperhitungkan secara lebih rinci oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Berdasarkan hal tersebut, tersangka BPE dijerat dengan sejumlah pasal terkait tindak pidana korupsi, termasuk Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 9 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah oleh UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Saat ini, tersangka BPE telah ditahan di Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Cipinang untuk menjalani masa penahanan awal selama 20 hari.
Kasus ini semakin jelas setelah BPK menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigatif terkait pengelolaan keuangan PT Indofarma dan PT IGM pada periode 2020 hingga 2023 kepada Kejaksaan Agung. Dalam laporan tersebut, ditemukan sejumlah penyimpangan yang mengindikasikan adanya tindak pidana korupsi, termasuk kerugian negara sebesar Rp371,83 miliar.
Pemeriksaan ini merupakan hasil pengembangan dari audit kepatuhan terkait pengelolaan pendapatan, beban, dan kegiatan investasi di PT Indofarma Tbk dan anak perusahaannya. Temuan lainnya termasuk utang pinjaman online sebesar Rp1,26 miliar yang tidak digunakan untuk kepentingan perusahaan serta beberapa indikasi kerugian lainnya, seperti transaksi FMCG yang merugikan perusahaan hingga Rp157,3 miliar, dan penggadaian deposito di Bank Oke senilai Rp38 miliar.
Kasus ini mengungkap lebih dalam masalah yang membelit PT Indofarma dan anak perusahaannya dalam pengelolaan keuangan selama periode tersebut.