Faktakendari.id, NASIONAL – Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Utara (Kaltara) kembali menunjukkan taringnya dalam memberantas kejahatan lingkungan. Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) berhasil membongkar praktik Tambang Emas Ilegal Kaltara yang beroperasi di Desa Sekatak Buji, Kecamatan Sekatak, Kabupaten Bulungan.
Pengungkapan kasus ini dilakukan melalui operasi penggerebekan pada Sabtu (29/11/2025). Polisi menemukan fakta bahwa aktivitas tersebut tidak sekadar penambangan rakyat biasa, melainkan sebuah sindikat yang terstruktur mulai dari penggalian, pengolahan, hingga distribusi.
Direktur Reskrimsus Polda Kaltara, Kombes Pol Dadan Wahyudi, menjelaskan bahwa penindakan ini bermula dari indikasi kuat adanya aktivitas terlarang yang berjalan sistematis. “Operasi ini dilakukan setelah kami memperoleh indikasi kuat adanya aktivitas pengolahan dan penampungan emas tanpa izin yang berjalan sistematis,” ungkap Dadan, Rabu (03/12/2025).
Modus Operandi Berbahaya: Gunakan Sianida
Berdasarkan pemeriksaan saksi dan ahli, modus operandi para pelaku tergolong berbahaya. Mereka menggunakan mesin tromol dan tong untuk menggiling material tanah. Proses pemurnian emas kemudian dilakukan dengan mencampurkan bahan kimia berbahaya. Bahan kimia tersebut adalah merkuri dan sianida, lalu dibakar.
Hasil emas murni tersebut kemudian didistribusikan hingga ke luar pulau. “Ini bukan aktivitas individu semata. Ada pola transaksi dan distribusi yang menunjukkan kegiatan terorganisasi,” lanjut Dadan.
Dua Tersangka dan Ancaman Kerusakan Lingkungan
Dalam kasus ini, Polda Kaltara Ungkap Tambang Ilegal dan menetapkan dua orang tersangka berinisial AW dan FMS. Dari tangan keduanya, aparat menyita barang bukti signifikan.
Barang Bukti yang Disita:
Emas seberat 318,87 gram
Uang tunai Rp 1.870.000
Timbangan digital, alat pembakar, pinset, hingga catatan transaksi
“Barang bukti ini menguatkan dugaan bahwa tersangka tidak hanya mengolah, tapi juga menampung dan memperjualbelikan emas ilegal,” jelas Dadan.
Dadan juga menyoroti dampak destruktif dari aktivitas ini. Kerusakan hutan, lubang galian yang menganga, hingga pencemaran sungai akibat limbah kimia menjadi ancaman nyata. Kondisi ini bisa memicu banjir dan longsor di wilayah Bulungan. “Penambangan ilegal bukan hanya merugikan negara, tapi juga merusak lingkungan dan membahayakan masyarakat,” tegasnya.
Kini, AW dan FMS harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Keduanya dijerat dengan Pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara (Minerba). Ancaman hukuman yang menanti adalah pidana penjara maksimal lima tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.
(*Drw)













