Faktakendari.id, NASIONAL – Perekonomian global 2025 diproyeksikan menghadapi tantangan berat. Pertumbuhan dunia diperkirakan melambat di bawah 3%. Penyebab utamanya adalah kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan Amerika Serikat (AS) sehingga memicu eskalasi konflik perdagangan internasional.
Ketegangan dagang AS dengan Tiongkok, serta penerapan tarif baru terhadap negara lain, telah menekan volume perdagangan global. Hal ini meningkatkan risiko perlambatan ekonomi dunia secara signifikan.
Dampak Tarif AS dan Revisi Proyeksi IMF
Menurut analisis Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, kebijakan proteksionisme AS justru bisa menjadi bumerang. Dana Moneter Internasional (IMF) bahkan menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi AS dari 2,2% menjadi hanya 1,8%.
Yusuf Rendy Manilet, ekonom Core Indonesia, menegaskan, “Kebijakan tarif AS akan menciptakan efek domino yang meluas. Ironisnya, negara yang menjadi pusat konflik perdagangan ini juga merasakan dampaknya secara langsung.”
Revisi ini menunjukkan tidak ada pemenang dalam perang dagang. Perlambatan ekonomi di AS otomatis menular ke negara-negara mitra dagangnya dan menambah ketidakpastian global.
Implikasi Bagi Indonesia
Bagi Indonesia, perlambatan ekonomi global 2025 bukan sekadar isu internasional, tetapi ancaman nyata. Dampaknya diperkirakan terasa melalui tiga jalur: perdagangan ekspor-impor, stabilitas nilai tukar, dan arus investasi.
Sektor ekspor Indonesia berisiko tertekan akibat melemahnya permintaan dari negara maju. Hal ini dapat memengaruhi neraca perdagangan nasional. Karena itu, pemerintah dan pelaku usaha perlu menyiapkan strategi mitigasi agar ketahanan ekonomi tetap terjaga di tengah badai ekonomi global.