Faktakendari.id, KENDARI – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali bergerak agresif dalam penyidikan kasus dugaan pemerasan terhadap Tenaga Kerja Asing (TKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Pada Selasa (10/6/2025), dua staf khusus mantan Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, yakni Caswiyono Rusydie Cakrawangsa dan Risharyudi Triwibowo, dipanggil sebagai saksi oleh penyidik KPK di Gedung Merah Putih KPK.
Pemeriksaan difokuskan pada pengetahuan mereka mengenai mekanisme pemerasan dan aliran dana hasil praktik ilegal tersebut.
Budi Prasetyo, Juru Bicara KPK, menyatakan bahwa kedua stafsus diperiksa untuk menggali informasi terkait tugas, fungsi, dan keterlibatan mereka dalam proses penerimaan dana. “Pengetahuan mereka terkait dengan pemerasan terhadap TKA dan aliran dana dari hasil pemerasan,” ujar Budi dalam keterangan tertulis.
Mereka juga didalami mengenai peran masing-masing selama bekerja di Kemenaker untuk mengetahui apakah ada unsur koordinasi atau pembiaran.
Dalam pemeriksaan, penyidik KPK menanyakan secara rinci tugas rutin Caswiyono dan Risharyudi, termasuk otoritas mereka dalam mengeluarkan rekomendasi izin TKA dan pemantauan administrasi.
KPK ingin memastikan apakah fungsi stafsus digunakan untuk memuluskan proses pemerasan atau sekadar sebagai profesi tanpa keterlibatan tindak pidana. Hal ini penting untuk menentukan sejauh mana tanggung jawab moral dan hukum masing-masing individu.
Baca Juga: Perihal Polemik Status Administrasi Empat Pulau Aceh-Sumut, Begini Kronologis Lengkapnya Menurut Kemendagri
Selain Caswiyono dan Risharyudi, KPK juga memanggil staf khusus mantan Menaker lainnya, Hanif Diakhiri Luqman Hakim. Namun, Luqman tidak hadir karena alasan sakit dan meminta penjadwalan ulang.
KPK menghargai kondisi tersebut, namun akan terus mendorong kehadiran seluruh saksi agar proses penyidikan berjalan lancar. Hingga kini, KPK telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka, termasuk mantan Direktur Jenderal dan Direktur PPTKA Kemenaker.
Kasus ini bermula dari temuan aliran dana yang dipungut sejumlah pejabat untuk memuluskan izin kerja TKA.
Nilai yang diperas diduga mencapai puluhan miliar rupiah, yang kemudian disalurkan ke rekening pribadi dan fiktif. Dengan pemeriksaan stafsus ini, diharapkan muncul titik terang mengenai siapa saja yang terlibat dan berapa besar aliran dana sebenarnya.
Proses persidangan pun diperkirakan akan memerlukan waktu panjang, mengingat kompleksitas struktur birokrasi Kemenaker dan jejaring para tersangka.[dit]













